Soto sufi Madura adalah renungan sufistrik. namun bukan renungan sufistrik seperti banyak ditulis para ustaz dan kiai pada umumnya. Disini, D.Zawawi Imron sengaja memadukan nilai ajaran islam,humaniora, sastra dan atropologi. dengan gayanya yang memukau. wong Madura ini menyuguhkan masakan yang lezat bukan untuk umat Islam saja. tetapi juga disajikan pada siapa yang ingin menemukan makna yang …
Zawawi Imron paham bagaimana bertolak dari lingkungannya alam Madura dengan lenguh sapi dan rerumputannya, masyarakat dan legendanya. Dengan kemampuan kontrol bahasa yang cukup baik, dengan pilihan kata-kata yang selalui dijumpai dan dihayatinya sehari-hari di lingkungannya: laut, genta, sapi, jagung, ombak, teluk, menampilkan renungan tanpa teriak namun sering gak luput dengan ledakan dan loca…
Latar belakng sajaknya yang khas, ungkapannya hidup dan imaginya melambar memberi ruang gerak yang bebas. Ia menggali dunia lingkungan hidupnya yang sangat diakrabinnya, misalnya kehidupan masyarakat desa, dunia pertanian, dunia pesantren dan sebagainya. Zawawi termasuk penyair alam yang besar karena bakat bersajaknya yang besar. Ia mampu mengekploitasi lingkungan riil dan konkrit dan menerjema…
Kumpulan puisi "Celurit Emas" pertama kali dibacakan penyairnya di Bentara Budaya, Yogyakarta dan Sasonomulyo, Solo pada pertengahan Juni 1984. Kemudian dibacakan lagi di Taman Ismail Marzuki pada 22 Desember 1984. Pembacaan puisi tersebut mendapat sambutan yang baik dari media dan para penikmat sastra. setelah diterbitkan sebagai buku oleh Penerbit Bintang 9 Surabaya pada tahun 1986, dalam re…
Air terisak membelah batu boleh dikatakan "saudara kembar" kedua buku terdahulu. Citraan alam yang dibangun lewat penghayatan dan metafor yang jernih, berhasil mendayagunakan makna, baik bersifat sosial maupun transdental. Dalam kedapatan ungkapan, tersimpan renungan yang dalam. Namun berbeda dari dua saudaranya, antologi ini bertahan bertahun-tahun di laci meja penyairnya. Tentu saja ada al…
Kumpulan puisi Mengaji Bukit Mengeja Danau ini adalah karya D. Zawawi Imron yang ditulisnya selama sebulan bermukim di Aie Angek. Penyair ini produktif sekali, 110 puisi ditulisnya dalam 30 hari.